Saturday, August 4, 2007

Selamanya : Untung (masih) Ada Sekar!



by wayan diananto

Anda penggila musik Indonesia? Jika ya, tentu Anda mengenal nama Sekar Ayu Asmara. Namanya muncul dipengujung dekade 80-an, kala berkolaborasi bersama Fariz RM dan Dorie Kalmas dalam ‘Susi Bhelel’. Lagu ini berkisah tentang jablay SMP yang belakangan dibooking oleh ayah kandungnya sendiri. Tapi bukan itu yang ingin saya bahas. Beberapa waktu yang lalu saya menonton ‘Selamanya’. Film yang memasang Dimas Seto dan Julie Esttele ini skenarionya digarap oleh Sekar. Film bercerita tentang sepasang kekasih Bara (Dimas) dan Aristha (Julie) yang berpacaran sembari ngedrugs sejak SMU.

julie estelle

Setelah lulus dan putus, Bara menjalani proses rehab hingga menjadi seorang konseling. Sementara Ar semakin tak terkendali. Hidupnya semakin kacau. Tanpa disengaja, Bara yang sudah bertunangan bertemu kembali dengan Ar di kantor polisi. Cinta lama sekian tahun silam bersemi kembali.

Dari segi akting, Julie tampak lebih total. Diet menguruskan badan demi menjiwai peran sebagai pengguna drugs berujung pada peningkatan mutu akting. Dimas mampu mengimbanginya. Kemistri mereka sangat kuat terutama saat Bara berusaha sekuat tenaga untuk menyembuhkan Ar dari ketergantungan narkoba. Menyentuh sekaligus menguji kemampuan akting kedua muda ini.
Dari segi karakter, yang mencuri perhatian adalah karakter yang dimainkan Masayu. Sebagai penari erotik yang setia kawan, ia mampu menghidupi atau setidaknya menyemarakkan film yang didominasi gambar suram ini. Sayang, Masayu kurang total lantaran menggunakan stuntwoman. Sempat juga saya dan mbak Heny kangen – kangenan dengan Ita mustafa. Aktris layar lebar yang telah lama menghilang namun sempat saya lihat kiprahnya bersama Adi Kurdi dalam ‘Bukan Istri Pilihannya’.

Selamanya adalah sebuah cerita cinta remaja. Namun memiliki setting yang serba indah dan penuh dengan penjelasan. Anda tidak perlu repot untuk mengikuti alur ceritanya. Tak seperti cerita cinta layar lebar yang belakangan mengabaikan logika, setting dan penokohan, Selamanya memang hadir dengan alasan yang kuat sekaligus pesan yang jelas. Saya tak punya referensi film – film Sekar sebelumnya.

Beberapa filmnya terdahulu seperti Biola tak Berdawai, Belahan Jiwa, dan Pesan dari Surga luput dari
perhatian saya. Yang saya tahu, Sekar adalah penulis lirik ulung. Tak percaya, coba dengar lagu – lagu Rita Effendy seperti ‘Telah Terbiasa’, ‘Saling Setia’, ‘Januari di Kota Dilli’ dan ‘Perempuan’. Memang sukses Rita tak luput dari peran Sekar sebagai produser di Aquarius. Romantisme Sekar dalam lirik lagu pun sudah bisa saya bayangkan sebelum menonton Selamanya. Benar saja, setelah film berjalan 50% Sekar mulai menebarkan sengat roman. Dialog – dialog antara Ar dan Bara mulai
tak biasa. Hingga ending yang amat dramatis.

Yang menjengkelkan malah performa Ada Band dalam membuat soundtrack demi membangkitkan ruh film. Lagu akal sehat hanya muncul sepintas dalam adegan mendengar radio. Belahan jiwa, lagu perpisahan ini justru dipakai untuk mengiringi berseminya kembali cinta Ar dan Bara. Cocokkah? Sementara satu lagu lainnya dipasang sebagai pengiring credit title. Lalu apa fungsi 9 lagu lain dialbum cinema strory? Lagu – lagu lainnya hampir useless, maklum saja band ini memang mengaku kesulitan dan baru kali pertama membuat soundtrack.

Ah, seandainya saja lagu – lagu dan lirik Selamanya dikemas sendiri oleh Sekar!!! Padahal Sekar punya relasi yang amat hangat dengan sejumlah petinggi musik dinegeri ini. Addie MS, Seno Harjo, Rita Effendy, Yana Julio, Andi Rianto dan lain-lain. Mereka begitu mumpuni, bisa saya bayangkan jika benih romantisme disemai dengan orkestrasi klasik Addie MS, ditingkahi vibrasi Yana dan Rita, dan lirik – lirik menggugah rasa ala Sekar tentu film ini makin total! Atau Ada Band memang ditempatkan di garda terdepan sebagai magnet penarik perhatian khalayak luas (remaja)? Atau subjektivitas saya yang berlebihan?

Ditengah krisis ide cerita cinta yang nampak makin seragam dalam industri film kita, ide – ide cerita yang diusung Sekar tergolong apik. Kalau Anda berpikir ide – ide brilian Mira Lesmana, Nia Dinata, Riri Riza bahkan Rudi Sudjarwo tergolong berat, maka cerita ala Sekar bisa jadi alternatif yang lebih ringan, menghibur namun tidak kosong belaka. Setelah menonton Selamanya, saya berkata dalam hati, “untung, Sekar masih produktif!"

No comments: