Monday, August 6, 2007

BENAR-BENAR BIASA dengan kata lain BUKAN BARANG BARU (baca : BBB )


by hary subiyanto

Sejak dulu, kita sudah diajarkan untuk tidak berpengharapan terlalu tinggi karena pada akhirnya hanya akan menemui kekecewaan. Inilah yang terjadi setelah melihat Bukan Bintang Biasa The Movie.

Pada saat Melly berencana meluncurkan filmnya, dalam benak (penulis) muncul film remaja yang lain daripada yang yang lain. Yang tidak hanya menawarkan kisah yang dangkal dengan menyuguhi kisah cinta remaja dan segala hura-huranya.




Cerita yang tidak hanya menawarkan mimpi tapi juga menyuguhkan realita yang ada. Ternyata apa yang ditampilkan di layar adalah sesuatu yang BENAR-BENAR BIASA dengan kata lain BUKAN BARANG BARU (baca : BBB ).

Bukan Bintang Biasa hanyalah kisah seputar 5 orang remaja mahasiswa yang diributkan dengan masalah cinta(?). Padahal kalau film ini lebih focus pada pengembangan karakter (building character) kelima tokohnya, film ini akan lebih “berisi”. Saya tidak
menabukan kisah percintaan remaja.

Kebetulan sebelum melihat Bukan Bintang Biasa, saya melihat film-film dengan tema sejenis semacam Step Up, Honey, Take the Lead, High School Musical dan The Holiday. Untuk judul
yang terakhir adalah film produk Bollywood. Film-film yang saya sebutkan tadi sama-sama menggunakan seni sebagai sarana aktualisasi para tokohnya yang masih remaja, bahkan untuk High School Musical para tokohnya digambarkan masih SMP. Meskipun didalamnya tetap
dibumbui kisah percintaan, tapi bukanlah suguhan utama.

Berbeda dengan BBB yang tokoh-tokohnya out of reach, dalam film-film yang saya tonton tersebut, tokoh-tokohnya begitu membumi. Mereka digambarkan remaja biasa-biasa saja, kadang digambarkan sangat bermasalah, yang pada perkembangannya menjadi pribadi yang luar biasa dengan berhasil mengalahkan musuh terbesar mereka yakni diri mereka sendiri. From zero to hero. Hal ini tidak nampak pada BBB, sehingga sulit bagi penonton untuk larut dalam cerita yang disuguhkan. Tokoh-tokoh yang digambarkan dalam BBB, meskipun pada awal film diperkenalkan dengan segala kekurangan mereka, tapi bagi penonton, karakter mereka tetap “wah”. Hal ini ditunjang dengan segala gaya yang melekat pada mereka, seperti baju , mobil ataupun gadget yang mereka bawa.

Drama yang ditawarkan tidak begitu kuat. Mungkin cerita yang ditawarkan akan mendapat sedikit pemakluman apabila para tokohnya digambarkan masih SMP. Agak tersinggung juga, para tokohnya yang mahasiswa digambarkan seperti itu. Tidak ada semacam passion dalam para tokohnya ketika beraktualisasi dengan seni yang mereka pilih. Mungkin ini terpengaruh
dengan padatnya jadwal para pemeran film ini, sehingga pendalaman karakter mereka sangat kurang. Kurang disiplin dalam latihan.Atau mungkin salah kasting. Ending film semakin memperparah film. Kelima tokohnya menyanyi bersama di atas panggung dengan koreografi
yang amat sangat tanggung! Idealnya mereka bersinergi sesuai seni yang mereka dalami. Bukan malah bernyanyi bersama. Pentas seni harusnya dimanfaatkan oleh para tokohnya untuk unjuk gigi kemampuan yang mereka miliki. Puncak kehebohan harusnya terjadi pada akhir film.

Poin pisitif dari film ini adalah warna-warna cerah yang lumayan menyejukkan mata, Bella yang
dieksploitasi dari berbagai sudut ( nih anak bener-bener amat sangat segar sekali ) dan musik yang segar. Untuk musik, sayang sekali materi yang sebenarnya sudah asyik tidak dimanfaatkan secara maksimal. Ada beberapa adegan yang kurang pas dalam memasukkan musiknya. Motongnya tidak pas. Dari penampilan bintang pendukungnya, penampilan
Chintami Atmanegara lumayan segar dengan logat Sunda-nya yang genit. Paundra juga bisa tampil sebagai sosok yang invisible.

Kalau penonton film ini mencapai 1 juta, Melly berencana membuat sekuelnya. Saya berharap kalau hal tersebut bisa terwujud, Melly bisa membuatnya dengan lebih “bijaksana” dengan lebih berpihak pada perkembangan karakter yang lebih membumi. Tidak hanya menjual mimpi. Dan semoga saja harapan saya tidak hancur nantinya.

Bagi yang mempunyai duit dan waktu berlebih, boleh-boleh saja liat film ini. Terutama bagi yang pengin diet, karena film ini bisa menyiksa lemak kalian hingga mampu mencairkannya. Yang lagi puyeng, disarankan untuk tidak melihat film ini. 1,5/5

1 comment:

sideways said...

hmm...lumayan..hikmahnya ntn film ini: membuat aku jd lebih bersyukur..ternyata aku tidak benar benar bodoh seperti mereka waktu jaman kuliah. Hanya sayangnya..kali ini aku jadi benar benar bodoh gara-gara nonton film ini...
eiiit...ngga juga dink...kalo film ini ngga ditonton kan jadi ngga tahu definisi beauty brain and behaviour... nah loh? apa hubungannya? sama2 BBB..kan?! hee..maksa!
singkatnya...ini adalah contoh salah satu film yang menyakitkan otakku.
Tapi kalo ngga nonton film indonesia yang satu ini..mana tahu kita bahwa sudah lahir kembali genre film musical yang dulu sempat ada dan mewarnai film nasional kita. Jangan melulu negatif thinking...iya ngga?
Dan ini adalah salah satu keberhasilan taktik MARKETING film yang pantas ditiru siapa saja pembuat film indonesia....bikin semua orang hype dulu, penuhi atmosfir media dengan BBB.
Tapi way to go teh Melly..silahkan melanjutkan ke BBB berikutnya..dan biarkan para ABG menjadi semakin BBAG (Biar Bodoh Asal Gaya) hehe..jadi ingat LiLik Dwi Koestiawan.